sumber : purnamawati.wordpress.com
Batuk bukanlah penyakit. Kebanyakan karena alergi dan virus yang tidak perlu obat.
Hujan dan panas kini silih berganti menyapa penghuni negeri ini.
Kemarin diguyur hujan, hari ini bergelimang dengan terik mentari. Dalam
udara yang berubah-ubah seperti ini, bila tubuh tak dalam kondisi fit,
batuk dan flu pun rajin menyapa. Seperti yang dialami Kiki, bocah
berumur 7 tahun. Anak sekolah dasar yang aktif ini mulai merasakan sakit
di tenggorokannya . Sesekali ia batuk, saat pagi ataupun malam hari.
Seperti kebanyakan para ibu, sang mama langsung mengambil solusi
pemberian obat batuk. “Kebetulan obat batuknya ada yang cocok dengan
dia. Jadi, sudah disiapkan di kotak obat di rumah,” ujarnya. Pemberian
obat itu membuat si mama tak lagi merasa cemas.
Sebenarnya tidak perlu ada yang dicemaskan dengan kehadiran batuk
pada anak. Seorang spesialis anak secara ekstrem menyebutkan tidak ada
anak yang meninggal dunia gara-gara batuk. Dr Purnamawati Sujud
Pujiarto, SpAK, dari Kemang Medical Care, Jakarta Selatan, pun
menjelaskan bahwa pada dasarnya batuk adalah sebuah refleks yang pusat
pengaturannya berada di otak. Refleks batuk juga merupakan salah satu
sistem pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk ke saluran
napas. “Ketika tersedak, ketika terkena infeksi flu, lendir yang
berlebihan pun akan dibatukkan oleh tubuh,” katanya.
Kebiasaan pemberian obat batuk ini tak hanya terjadi di negeri ini.
Di Amerika Serikat pun, para orang tua masih melakukan hal serupa.
Peneliti dari Universitas Boston, pada Mei 2008 menemukan hampir 10 anak
di Amerika Serikat menggunakan satu atau lebih obat batuk dan flu
selama seminggu. Peneliti merasa sedikit heran bahwa frekuensi dosis
obat batuk pada anak di Negeri Abang Sam itu masih belum dipahami oleh
para orang tua.
Dalam studi juga ditemukan bahwa pemberian obat batuk itu tidak hanya
dilakukan terhadap anak berusia 2-5 tahun, tetapi juga di bawah 2
tahun. Padahal, hampir di semua jenis obat tersebut, 64,2 persen
menggunakan lebih dari satu bahan aktif. Ketua peneliti, Louis
Vernacchio, MD, menyebutkan konsumsi obat batuk ataupun flu bagi anak
balita ini tidaklah perlu. “Yang perlu diwaspadai malahan efek berbahaya
dan rendahnya bukti klinis bahwa pengobatan tersebut efektif untuk
anak-anak,” ujarnya, seperti dikutip Sciencedaily.
Masih lalainya para orang tua tentang dosis obat batuk dan flu
tersebut terlihat dari tren meningkatnya jumlah anak-anak overdosis obat
batuk dan flu berupa sirup di ruang gawat darurat rumah sakit. “Kami
menemukan banyak kasus bahkan orang tua langsung memberikan obat ke
mulut anak langsung dari botol,” kata Dr Richard Dart, Direktur Pusat
Obat dan Keracunan Rocky Montain, Denver, seperti tertera dalam msnbc,
18 Desember lalu. Bart menyebutkan komplikasi karena bahaya penggunaan
dosis obat batuk dan flu anak yang tidak tepat itu sudah diketahui
publik, tetapi orang tetap saja tidak waspada. Kondisi ini telah membuat
Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan Amerika Serikat pada Oktober
lalu mendesak perusahaan obat batuk dan flu anak untuk pencantuman
larangan obat tersebut untuk anak di bawah 4 tahun. Bahkan, mereka
tengah mempertimbangkan larangan penggunaannya untuk anak di bawah 12
tahun.
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat pun
tegas-tegas menyatakan bahwa batuk ataupun radang tenggorokan tidak
membutuhkan terapi antibiotika. “Yang perlu ialah perbanyak minum, maka
batuk pun akan mereda karena lendir menjadi lebih encer dan lebih mudah
dikeluarkan,” ucap Wati. Batuk muncul karena peningkatan produksi dahak
yang dipicu oleh infeksi virus atau alergi. Spesialis anak yang biasa
disapa Wati ini menyebutkan, batuk akibat infeksi virus flu bisa
berlangsung hingga dua minggu bahkan lebih malah lagi jika anak sensitif
atau alergi.
Kebanyakan, Wati menyebutkan, penyebab batuk pada bayi dan anak kecil
adalah virus parainfluenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan
virus influenza. “Batuk lama pada anak besar bisa karena pertusis,
mycoplasma pneumoniae, tetapi kebanyakan tetap karena alergi dan infeksi
virus sehingga umumnya tidak membutuhkan antibiotik,” paparnya. Ia
menambahkan pada anak besar, batuk yang berlangsung lebih dari 4 hingga 8
minggu, memang perlu dipikirkan kemungkinan terjadi hipersensitivitas
saluran napas, aspirasi benda asing, tuberkulosis, pertusis, cystic
fibrosis, atau sinusitis. “Dalam kondisi ini, baru terapi antibiotik
perlu dipertimbangkan.” RITA
Tip Kurangi Produksi Lendir
1. Minum air hangat yang banyak.
2. Bila masih bayi, gunakan bantal yang agak tinggi.
3. Jangan gunakan antibiotik, penekan batuk codein, atau dekstrometorfan (DMP).
4. Batuk yang bukan penyakit, cari penyebabnya.
5. Tidak ada yang namanya obat batuk, kecuali jika batuknya disebabkan oleh asma.
2. Bila masih bayi, gunakan bantal yang agak tinggi.
3. Jangan gunakan antibiotik, penekan batuk codein, atau dekstrometorfan (DMP).
4. Batuk yang bukan penyakit, cari penyebabnya.
5. Tidak ada yang namanya obat batuk, kecuali jika batuknya disebabkan oleh asma.
1 comments:
makasih masukan nya min, anak saya baru berusia 1 tahun 8 bulan, hampir di tiap minggu nya batuk melulu, kasihan banget lihatnya, semoga artikel ini bisa membantu saya, izin share ya min, salam Samudrabet
Post a Comment